Pesantren Darul Ashom di Yogyakarta, yang telah lama dikenal sebagai salah satu lembaga pendidikan agama terkemuka, kini semakin meneguhkan komitmennya terhadap pendidikan inklusif. Dengan peningkatan jumlah santri yang memiliki kebutuhan khusus, terutama dengan hambatan pendengaran, pesantren ini mengambil langkah signifikan dalam mengembangkan kecakapan para gurunya. Tim pengabdian dosen Universitas Negeri Yogyakarta telah berhasil menangkap visi misi tersebut dan menjadikannya dasar untuk menyelenggarakan kegiatan bagi para guru di pondok pesantren Darul Ashom pada hari Senin, 15 Juli 2024. Kegiatan analisis kecakapan guru ini diselenggarakan sebagai upaya membantu mewujudkan pendidikan inklusif.
Guru merupakan salah satu pemegang kunci dalam keberhasilan proses pembelajaran. Dalam konteks pentingnya pendidikan inklusif saat ini, inovasi pembelajaran terus diharapkan dapat dilakukan. “Inilah dasar dari kegiatan pengabdian kami,” kata Prof. Dr. Hermanto, M.Pd selaku ketua tim pengabdian. Kehadiran tim pengabdian disambut hangat oleh Ustadz Abu Kahfi selaku pimpinan pondok, dengan harapan adanya kolaborasi yang positif dan bermanfaat bagi guru dan siswa di pesantren Darul Ashom. “Kami memulai kegiatan ini dengan menyiapkan instrumen kebutuhan untuk menilai kecakapan yang dimiliki oleh guru di pesantren,” ungkap Dr. Bayu Pamungkas, M.Pd selaku anggota tim pengabdian.
Setelah penguatan kepada para guru melalui penyampaian materi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi tanya jawab. Antusiasme dari para guru mulai terlihat ketika salah satu guru memberikan pertanyaan terkait tindak lanjut dalam upaya meningkatkan kapasitas guru berdasarkan kecakapan yang dimiliki. “Apakah memungkinkan bagi kami untuk mendapatkan pelatihan keterampilan yang kami minati dan sertifikat kompetensi?” tanya Ustadzah Rica. Dengan jelas, anggota tim pengabdian memberikan tanggapan terkait peluang kerjasama untuk memberikan pendampingan dalam meningkatkan kapasitas guru hingga mendapatkan sertifikat kompetensi melalui lembaga pendidikan nonformal.
Sebelum kegiatan berakhir, tim pengabdian melakukan diskusi informal dengan para guru untuk mengetahui kecakapan yang sudah dimiliki dan minat mereka melalui pengisian kuesioner yang disiapkan. “Semoga kegiatan yang kami lakukan dapat menjadi stimulus dalam meningkatkan kecakapan guru serta dalam penyusunan kurikulum pendukung untuk siswa berbasis kecakapan hidup,” ujar Prof. Dr. Hermanto, M.Pd saat menutup kegiatan.