Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengungkapkan bahwa penerapan trem otonom atau kereta tanpa awak di kota-kota besar memiliki beberapa kendala. Meskipun memiliki investasi yang lebih murah dibandingkan dengan LRT maupun MRT, namun Djoko menyoroti bahwa ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Menurut Djoko, salah satu kendala utama adalah aspek badan jalan yang membutuhkan kapasitas lebar untuk menerapkan Kereta Tanpa Awak di kota-kota besar. Selain itu, ada juga ongkos sosial yang perlu diperhitungkan jika trem otonom diterapkan. BKT Kemenhub telah melakukan kajian rencana penerapan Tram Otonom di Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar pada tahun 2021, namun Djoko menekankan bahwa hal ini bisa menimbulkan masalah sosial baru.
Lebih lanjut, Djoko menjelaskan bahwa aspek ketertiban para pengguna jalan juga menjadi pertimbangan penting dalam menerapkan moda transportasi tanpa awak di kota-kota besar. Trek trem otonom akan bercampur dengan para pengendara lain di jalan raya, sehingga perlu adanya regulasi yang jelas untuk menghindari konflik. Selain itu, keberadaan perusahaan trem otonom asing juga dapat mempengaruhi pelaku usaha lokal dalam sektor transportasi darat perkotaan.
Djoko menyoroti bahwa trem otonom merupakan inovasi yang menggabungkan karakteristik kereta dan bus. Dengan menggunakan sumber daya listrik, trem otonom diharapkan dapat menjadi moda transportasi yang ramah lingkungan. Namun, pembangunan infrastruktur kereta yang masif dapat menyebabkan disrupsi pada ekonomi lokal, seperti yang terjadi di Sydney, Australia. Oleh karena itu, trem otonom diharapkan dapat menjadi solusi yang menghadapi tantangan tersebut dengan memberikan nilai tambah pada daerah sekitar tanpa memerlukan investasi yang besar.
Djoko berpendapat bahwa bus masih menjadi pilihan yang lebih murah dan fleksibel dibandingkan trem otonom. Operator eksisting masih dapat menjadi operator baru dengan menggunakan bus listrik atau BBM. Namun, ia juga menyadari bahwa trem otonom dapat menjadi moda alternatif yang dapat menangani karakteristik kereta yang kurang menguntungkan, disrupsi, dan pembiayaan.
Dalam menghadapi tantangan dan kendala yang ada, Djoko menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam mengembangkan moda transportasi yang efisien dan ramah lingkungan. Dengan upaya bersama, diharapkan trem otonom dapat menjadi solusi yang membawa manfaat bagi semua pihak dan lingkungan sekitar.