Sudako, Raja Jalanan di Kota Medan yang Perlahan Hilang

Sudako Raja Jalanan di Kota Medan yang Perlahan Hilang

Salah satu moda transportasi umum yang pernah populer di Kota Medan adalah Sudako. Sudako merupakan kendaraan roda empat yang digunakan oleh masyarakat untuk bepergian ke berbagai tempat, seperti sekolah, tempat kerja, atau pasar. Pada masa kejayaannya, Sudako menjadi pilihan utama transportasi publik di Kota Medan mulai dari tahun 70-an hingga 90-an.

Namun, kini Sudako sudah jarang terlihat di jalan-jalan Kota Medan. Meskipun begitu, cerita kejayaan Sudako masih tetap menarik untuk disimak. Sudako sendiri merupakan sebutan untuk angkutan kota atau angkot di daerah lain. Menurut penelitian dari mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Sudako memiliki dua versi arti dari namanya. Versi pertama, Sudako adalah singkatan dari Sarana Umum Dalam Kota. Sedangkan versi lainnya menyebutkan bahwa Sudako berasal dari kalimat “Sumatera Daihatsu Company”.

Sejarah Sudako tidak lepas dari unit usaha angkutan pertama di Kota Medan, yaitu Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM). KPUM didirikan oleh Pemerintah Daerah Kota Madya Medan dengan fokus awal pada kendaraan bemo. Namun, kemudian Sudako berkembang menjadi pilihan utama dibandingkan bemo. Sudako menjadi cikal bakal dari berkembangnya angkutan publik di Kota Medan.

Trayek pertama Sudako dengan nomor 01 melintasi daerah Pasar Merah, Jalan Amaliun, dan terminal Sambu. Sudako menjadi salah satu moda transportasi yang ikonik di Kota Medan pada masanya. Meskipun Sudako sudah mulai jarang terlihat di jalan-jalan Kota Medan, namun kenangan akan keberadaannya masih tetap hidup di hati masyarakat.

Dengan kepopulerannya yang telah meredup, Sudako tetap menjadi bagian penting dari sejarah transportasi umum di Kota Medan. Kisah kejayaan Sudako sebagai moda transportasi yang digunakan oleh masyarakat setempat masih menjadi nostalgia yang indah bagi banyak orang. Sudako bukan hanya sekadar angkutan, namun juga menjadi bagian dari identitas dan sejarah kota yang patut untuk dikenang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *