Industri pelayaran global disebut bertanggung jawab atas tiga persen dari total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia. Jika tidak ada yang dilakukan untuk membuat pelayaran menjadi ramah lingkungan, dalam beberapa dekade, sektor ini bisa menghasilkan lebih dari 10 persen emisi. Namun masih ada harapan supaya itu tidak terjadi. Seperti dikutip dari ZME Science, Kamis (22/8/2024) studi baru peneliti MIT mengungkap solusi praktis dan terukur untuk masalah ini. Peneliti telah merancang pendekatan bebas emisi untuk menghasilkan bahan bakar green hydrogen yang bisa dimanfaatkan untuk transportasi laut seperti perahu, kapal komersial, dan bahkan kapal selam. Yang lebih menarik lagi adalah bahan-bahan yang digunakan para peneliti. Mereka mengklaim bahwa mereka dapat membuat bahan bakar hidrogen menggunakan kaleng soda bekas, air laut, dan kafein.
Selama studi, peneliti mengubah kaleng soda lama menjadi palet aluminium seukuran kerikil. Mereka kemudian mengolah palet tersebut dengan paduan logam (gallium atau indium) untuk menghilangkan segala kotoran dan kemudian membiarkan palet tersebut bereaksi dengan air laut yang telah disaring. Interaksi ini menghasilkan produksi gas hidrogen. Akan tetapi, masih ada satu keterbatasan yakni reaksi berlangsung lambat, sehingga butuh waktu berjam-jam untuk menghasilkan hidrogen.
Selain itu, imidazol dan ion air laut di air laut memungkinkan para peneliti untuk memulihkan dan menggunakan kembali lebih dari 90 persen paduan galium-indium. Hal ini sangat penting karena ketersediaan logam langka membuat produksi green hydrogen menjadi proses yang mahal dan tidak dapat ditingkatkan skalanya. Sebagai informasi saat ini sekitar 95 persen dari semua hidrogen yang diproduksi melibatkan penggunaan sumber daya yang tak terbarukan seperti batu bara dan gas. Dengan pendekatan ini, seseorang tidak hanya dapat memproduksi hidrogen tanpa menggunakan bahan bakar fosil, tetapi juga mencapai produksi bahan bakar hidrogen yang hemat biaya, dapat ditingkatkan skalanya, dan berkelanjutan.