
Akademisi dari Prodi Teknik Sipil di Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menyampaikan bahwa penggunaan transportasi umum di Jakarta semakin menurun. Sementara itu, penggunaan sepeda motor dan mobil justru meningkat pesat. Pada tahun 2002, penggunaan transportasi umum mencapai 52,7 persen. Namun, pada tahun 2010 dan 2018, angka tersebut turun drastis menjadi 22,7 persen dan 6,9 persen. Di sisi lain, penggunaan sepeda motor melonjak dua setengah kali lipat dari 27,5 persen, 61,2 persen, hingga 68,3 persen dalam periode yang sama. Begitu pula dengan penggunaan mobil, yang meningkat dari 14,7 persen pada tahun 2002, tetap 14,7 persen pada tahun 2010, hingga mencapai 21,5 persen pada tahun 2018.
Menurut Djoko, tren ini telah menyebabkan kemacetan di Jakarta, yang merupakan tantangan multidimensi. Kemacetan tidak hanya menghambat produktivitas ekonomi, tetapi juga merusak kualitas lingkungan dan kesejahteraan sosial. “Akar permasalahan terletak pada ketidakterpaduan sistem transportasi, lembaga yang terfragmentasi, serta perencanaan dan tata kelola yang belum optimal,” ungkap Djoko dalam pernyataannya pada Senin (10/2/2025).
Oleh karena itu, Djoko menekankan pentingnya memperkuat Rencana Induk Transportasi Jakarta (RIJ) untuk memastikan integrasi antarmoda, konektivitas antar-wilayah, dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional (RIJLLAJ Nasional). Untuk memastikan implementasi yang efektif, diperlukan reformasi kebijakan dan dukungan kelembagaan yang kuat. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan membentuk Institut Transportasi Jakarta (ITJ) sebagai pusat riset dan pengembangan transportasi.
Dengan demikian, langkah-langkah perbaikan harus segera diambil untuk mengatasi masalah transportasi di Jakarta. Dengan memperkuat RIJ dan mendukung ITJ, diharapkan dapat menciptakan sistem transportasi yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan untuk masyarakat Jakarta.